Cari untung malah buntug , Curang sihh !!! - Kemarau panjang menerpa Kaum Madyan, umat di mana Nabi Syu'aib diutus.
Tanah tak menumbuhkan tanaman dan buah-buahan, udara terasa panas dan
membakar kulit. Saat itu, terlihat dari kejauahan awan gelap menggelayut
di langit. Pucuk dicinta ulam tiba, begitulah dugaan mereka. Mereka
menghampiri awan untuk berteduh sehingga mereka berdesak-desakan di
bawah awan itu. Dalam pikiran mereka, itu adalah hujan yang bakal
mengakhiri penderitaan panjang mereka. Tapi, tidak dinanya, ternyata
bukan hujan air seperti yang mereka harapkan, melainkan hujan petir yang
menghujani mereka hingga binasa.
Durhaka Kaum Madyan, Durhaka Umat Sekarang
Jenis kedurhakaan apakah hingga membuat kaum Syu'aib terhina
begitu nista? Mereka telah mendustakan dakwah Syu'aib dalam dua hal,
dakwah tauhid dan larangan curang dalam timbangan, Allah berfirman, "Dan
kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka Syu'aib, Ia
berkata, "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada ilah yang haq
selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan." (QS. Huud 84)
Mestinya, adzab yang menimpa sekaligus sebab yang menimbulkan Kaum
Madyan disiksa begitu rupa, menjadi pelajaran bagi kita. Jika kita
renungkan, sedikit banyak, musibah yang kita alami mirip dengan bencana
yang menimpa Kau Madyan. Dan ternyata, ada kesamaan pula dari sisi
kebiasaan yang mengundang kemurkaan Allah atas mereka.
Setiap kita telah merasa gerah dengan kemarau panjang, kitapun mengharap
agar hujan segera turun. Kita menyangka, turunnya hujan berarti akhir
dari kesulitan,. Tapi ternyata, datangnya musim penghujan justru
pertanda datangnya banjir, puting beliung, tanah longsor, dan musibah
lain. Ketika kita jenuh dengan luapan air hujan, kitapun mengharap
datangnya musim kemarau, sehingga aktivitas kembali normal. Namun
lagi-lagi kita kecele. Ternyata, kemarau membawa masalah tersendiri yang
tidak kita ingini.
Jika kita mengaca diri, apa yang menjadi kebiasaan Kaum Madyan ternyata dilestarikan oleh masyrakat kita. Di mana 'thaffaf'
(curang dalam timbangan) menjadi mata pencaharian unggulan. Meminta
lebih ketika membeli, tapi mengurangi timbangan dengan sembunyi ketika
menjual. Siapapun tidak mau menjadi korban kecurangan, tapi sayang,
justru banyak yang tega menjadikan saudaranya sebagai korban penipuan.
Bukankah kita merasa dongkol ketika takaran bensin kita dicurangi,
timbangan buah-buahan kita dikibuli? Atau transaksi jual beli kita
diakali? Begitupun orang lain juga akan jengkel ketika menjadi korban
kecurangan. Jika kemudian doa buruk meluncur dari lisan korban, maka
posisi orang yang terzhalimi itu tidak terhijabi, Allah akan
mengabulkannya. Maka jangan heran, orang yang ingin mencari untung
dengan jalan curang tidak akan untung selamanya. Mungkin akan bangkrut,
hartanya tidak barakah, atau selalu mengahapi masalah, meskipun
terkadang tak langsung berkaitan dengan urusan dagangnya. Tapi yang
jelas, ketika seseorang berbuat buruk kepada orang lain, sesungguhnya ia
tengah menyiapkan lobang kebinasaan untuk dirinya sendiri.
Adapun orang yang jujur, menyempurnakan timbangan dan takarannya, maka
keberkahan akan menyelimuti dirinya. Dia akan mendapat keuntungan yang
datangnya langsung dari Allah Pemberi Rejeki, dan inilah keuntungan yang
sebenar-benarnya. Seperti nasihat Nabi Syu'aib kepada kaumnya, "Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman."
Teladan Dalam Berjual Beli
Ada teladan yang elok pada diri sendiri tabi'in yang alim,
abid, dan wara'. Kejujuran dan perlakuan baiknya kepada orang yang
bermualah kepada beliau mendatangkan keberkahan tiada tara. Beliau
memiliki pegawai yang turut menjualkan pakaian. Suatu kali, pegawai itu
menjual selembar pakaian kepada orang Badwi di Bashrah dengan harga 10
dirham. Tatkala Yunus kembali ke tokonya dan mengetahui hal itu, beliau
menyuruh pengawainya untuk mencari orang Badwi tersebut di tengah pasar.
Tatkala ketemu dan datang kepada Yunus, beliau berkata kepadanya,
"Sesungguhnya pelayanku ini menjual pakaian kepadamu dengan harga
sepuluh dirham, padahal harganya hanya tujuh dirham. Orang Badwi itu
berkata, "Tetapi saya sudah rela pakaian ini dihargai sepuluh dirham."
Yunus berkata, "Akan tetapi kami tidak ridha pakaian itu untuk Anda,
kecuali jika kami meridhai harganya, maka terimalah kembaliannya yang
tiga dirham ini, atau Anda kembalikan saja baju tersebut."
Adapun sikap beliau tatkala membeli lebih menakjubkan. Tatkala datang
seorang wanita di pasar Khuzz, sedang Yunus dalam keadaan berdagang,
wanita tersebut membawa jubah-jubah Khuzz untuk dijual, dia menawarkan
kepada Yunus, lalu beliau bertanya, "Dengan harga berapa Anda hendak
menjualnya?" Wanita itu berkata, "500 dirham" Yunus berkata, "Jubah ini
terlalu bagus untuk harga sekian." Wanita itu berkata, "Bagaimana jika
600 dirham" Yunus menjawab, "Masih terlalu bagus untuk harga sekian."
Yunus terus menambah harga hingga beliau membelinya dengan harga 1000
dirham! Beliau tidak memanfaatkan kelengahan wanita yang menjual jubah
tersebut, beliau menghargai barang tersebut dengan harga yang pantas
dengan kualitasnya. Karena beliau suka memperlakukan saudaranya dengan
sesuatu yang beliau suka diperlakukan seperti itu. Anda berani mencoba?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment