Saat Kematian Memberi Salam Padaku - Aku tertegun ketika melihat sosok dengan wajah pucat dan disumpal dengan
kapas pada mulut, hidung, dan telinganya. Yang terbujur kaku
dihadapanku. Diselimuti dengan kain berlapis. Dia begitu mirip denganku.
Di sekelilingnya orang-orang terisak sambil membacakan surat Yaasin
untuknya. Seorang perempuan yang mirip ibuku menangis tersedu-sedu
ketika membuka kain penutup mukanya. Lalu dua perempuan lain yang sebaya
dengannya menenangkan dia. Dan di sekitar rumahnya ada orang-orang yang
menyesali kematiannya yang dianggap begitu cepat. Ada orang yang tidak
percaya kalau dia telah wafat. Ada orang yang merasa kasihan pada dia
dan keluarga yang ditinggalkannya. Suasana disitu begitu riuh oleh isak
para pelayat.
Di teras rumahnya seorang bapak menahan tangis
lirih airmatanya. Dia mencoba terlihat tegar meski sebenarnya hatinya
begitu lemah untuk menerima kenyataan yang ada. Disampingnya seorang
temannya mencoba menemaninya, dan hal itu agak meringankan kesedihannya.
Dia masih ingat, ketika dulu anaknya yang masih TK memenangkan lomba
menggambar tingkat provinsi dan tentang cita-cita anaknya yang ingin
menjadi presiden, dia begitu bangga. Betapa anaknya itu akan tumbuh
menjadi sosok yang sangat luar biasa. Tak pernah dia berpikir kalau
semua itu akan pupus pada usia anaknya yang masih 18 tahun. Sungguh
tragis.
Tiba-tiba, sesuatu yang aneh bergerak dalam kepalaku. Ada
sesuatu. Ini seperti rumahku. Hey !! Aku ingat, Aku kenal orang-orang
ini. Perempuan yang menangis ketika membuka kain penutup muka itu adalah
ibuku, dan bapak itu, itu adalah bapakku. Dan jasad yang terbaring itu,
itu jasadku. Aku bingung. Benar-benar bingung. Aku sudah mati? Tidak!
Ini pasti mimpi. Yah, ini pasti mimpi.
Lalu tiba-tiba aku merasa
panas pada tubuhku. Sangat panas, lalu kemudian perlahan-lahan mulai
sejuk. Seketika itu muncul sesosok laki-laki bercahaya dan berwajah
tampan yang mengenakan jubah putih serta sorban yang juga berwarna putih
di kepalanya. Dia menghampiri diriku.
"siapa gerangan tuan?"
tanyaku kebingungan. "aku adalah amalmu yang akan menemanimu dalam
kuburmu." jawabnya, lalu ia tersenyum padaku.
Aku masih bingung.
Lalu
di halaman rumahnya, terdapat sebuah pagar kain yang berbentuk segi
empat 3X3 m, sepertinya itu adalah tempat bekas untuk memandikan
jasadku. Tanahnya masih basah. Didalamnya masih terdapat sebuah altar
yang beralaskan gedebong pisang. Aroma sabun masih menyengat di
dalamnya. Di situlah jasadku dimandikan, di wudhukan sampai bersih dari
segala najis dan kotoran.
Semakin banyak orang yang berdatangan
mengucapkan belasungkawa. Ada yang hanya melihat saja, ada yang ikut
sibuk mempersiapkan kain kafan dan lain-lain. Semua perabot di ruang
tamu dikeluarkan. Lalu tak berselang lama, enam orang pria dengan tubuh
kekar datang sambil memanggul sebuah keranda mayat. Orang-orang yang
menghalangi jalan segera minggir.Lalu keranda itu diletakkan dipinggir
jasadku. Setelah semua selesai membaca surat Yaasin untukku, jasadku
dikafani dan diletakkan pada keranda itu, kemudian orang-orang yang ku
kenal yang adalah tetanggaku mengangkat keranda itu dan membawanya ke
masjid terdekat dengan rumahku untuk dishalati. Di belakang para
pengangkat keranda itu ada sepupuku, hafid, dia memegang payung hitam
yang gagangnya disambung dengan tongkat yang biasa digunakan untuk
kegiatan Pramuka. Setelah dishalati, seorang kiai yang masih ada
hubungan darah dengan bapakku mulai berdoa dan berpidato meminta
keikhlasan dari orang-orang yang ku kenal. ".... barang kali almarhum
punya sangkutan mohon diikhlaskan. Bagi yang sangkutannya cukup besar
dan tidak ikhlas jika merelakannya silajkan ungkapkan saja sekarang,
agar almarhum merasa ringan di alam sana."
Setelahnya, keranda
yang berisi jasadku itu diantar menuju pekuburan terdekat. Di sana sudah
disiapkan liang kubur untuk jasadku dengan ukuransekitar 2X1,5meter dan
kedalaman sekitar 2 meter. Iring-iringan orang yang mengantar
kepergianku begitu banyak. Sampai ada yang tidak aku kenal sama sekali.
Dan diantara orang-orang itu ada teman-temanku yang ikut mengantar
jasadku. Dan hampir semua teman-teman perempuanku menangis, diantaranya
adalah gadis yang sangat aku cintai. Yah, dialah pujaan hatiku, Fatimah
az-Zahra. Namanya mirip dengan putri Rasulullah, dan dia begitu cantik.
Dialah satu-satunya gadis yang ada di dalam hatiku. Meski aku tidak
pernah mengungkapkan cintaku padanya secara terang-terangan, tapi dia
tahu aku sangat mencintainya. Dan akupun tahu dia juga mencintaiku. Dan
sungguh sangat ironis melihat cinta kami terpisahkan oleh maut.
Sampai
disana, jasadku dikeluarkan dari keranda, dan didalam liang kubur itu
sudah bersiap-siap orang-orang yang akan menerima jasadku untuk mereka
letakkan di tempat peristirahatan terakhirku. Dan setelah doa dan azan
dikumandangkan, secara perlahan tanah kuburan itu diletakkan pada
jasadku, sampai akirnya tenggelamlah jasadku di tanah itu. Jasadku
terkubur disitu. Kemudian pak kiai membacakan doa lagi untukku. Dan
orang-orang mulai beranjak pergi meninggalkan kuburku. Satu per satu
mereka pergi. Mulai dari orang-orang yang tidak aku kenal, para
tetangga, teman-temanku-- juga Fatimah az-Zahra--, keleuarga dekatku,
dan disitu hanya tersisa ibu dan bapakku. Ibuku masih terisak-isak,
sedangkan bapakku mencoba tegar dan menenangkan ibuku. Ingin rasanya aku
memanggil mereka berdua, tapi itu sia-sia.
Akirnya sepi, tempat
itu menjadi sepi. Hanya gundukan tanah yang masih basah yang dimana
jasadku bersemayam didalamnya. Kini aku sudah mati. Mungkin untuk
beberapa hari aku masih diingat dan masih banyak orang yang berkunjung
ke rumahku, tapi itu tidak akan lama. Pasti aku akan dilupakan. Aku tahu
itu. Waktulah yang akan menjawabnya.
Selamat jalan untuk diriku
yang telah wafat. Selamat tinggal untuk kedua orang tuaku, keluarga
besarku, teman-temanku, guru-guruku, tetangaku, dan selamat tinggal
Fatimah az-Zahra gadis impianku. Semoga kau temukan pendamping hidup
yang setia seperti Ali bin Abi Thalib. Aku mencintaimu, aku mencintai
kalian semua.
Innalillahi wa inna illahi rojiun.............
Allah SWT telah berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap
yang berjiwa pasti akan merasakan mati, dan Kami menguji kalian dengan
kejelekan dan kebaikan sebagai satu fitnah (ujian), dan hanya kepada
Kami lah kalian akan dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)
فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ
“Maka
apabila telah tiba ajal mereka (waktu yang telah ditentukan), tidaklah
mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula mereka
dapat mendahulukannya.” (An-Nahl: 61)
وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila telah datang ajal/waktunya.” (Al-Munafiqun: 11)
Wahai
betapa meruginya seseorang yang berjalan menuju alam keabadian tanpa
membawa bekal. Janganlah engkau, wahai jiwa, termasuk yang tak beruntung
tersebut. Perhatikanlah peringatan Rabbmu:
وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
“Dan hendaklah setiap jiwa memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (Al-Hasyr: 18)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan ayat di atas dengan menyatakan,
“Hisablah
diri kalian sebelum kalian dihisab, dan lihatlah amal shalih apa yang
telah kalian tabung untuk diri kalian sebagai bekal di hari kebangkitan
dan hari diperhadapkannya kalian kepada Rabb kalian.” (Al-Mishbahul
Munir fi Tahdzib Tafsir Ibni Katsir, hal. 1388)
Janganlah engkau menjadi orang yang menyesal kala kematian telah datang karena tiada berbekal, lalu engkau berharap penangguhan.
وَأَنْفِقُوا
مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ
فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلاَ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ
وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ
“Dan infakkanlah sebagian dari apa
yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada
salah seorang di antara kalian, lalu ia berkata, ‘Wahai Rabbku, mengapa
Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat hingga aku
mendapat kesempatan untuk bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang
shalih?’.” (Al-Munafiqun: 10)
Karenanya, berbekallah! Persiapkan amal shalih dan jauhi kedurhakaan kepada-Nya! Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Semoga Bermanfaat...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment